Oleh :
Siprianus Pempot, M.Si
“Puluhan anak di Sikka terserang penyakit diare. Anak – anak balita
mengalami dehidrasi, muntah dan meceret. Untuk mencegah penyakit diare menurut
dr. Mario, harus menjaga kebersihan, dan rajin cuci tangan”. (Pos Kupang, 22
September 2014).
Serangan penyakit diare seperti
yang dialami anak – anak balita di Sikka tidak menutup kemungkinan bisa terjadi
juga di wilayah – wilayah lain di Nusa Tenggara Timur. Penyakit diare yang
dialami di Sikka sangat memprihatinkan. Kejadian yang dialami oleh anak –
anak balita di Sikka memiliki korelasi yang tepat dengan Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM). Ternyata kejadiaan yang dialami tidak terlepas dari pola prilaku
masyarakat yang kurang menjaga kebersihan, seperti yang dikatakan dr. Mario.
Tentunya kejadiaan ini kita tidak
harapkan untuk terjadi lagi dan terus terjadi. Mata rantai penyakit yang
mengakibatkan diare harus diputuskan agar anak – anak balita khususnya
mengalami hidup layak dan sehat.
Kegiatan STBM yang Berbasis
Masyarakat menjadi tawaran solusi dalam memerangi penyakit yang berbasis
lingkungan karena menyangkut perubahan prilaku atau mental masyarakat yang
mengabaikan hidup bersih dan bahkan membawa maut bagi lingkungan sekitar.
Siapa yang mengatasi agar
lingkungan bersih, jauh dari penyakit DIARE? Menarik seperti yang dimuat dalam
kolom pojok Pos Kupang 23 September 2014
terkait wabah penyakit malaria yang dialami masyarakat Labuana Bajo – Manggarai
Barat yakni “Lebih baik mencegah dari
pada mengobati”.
Penyakit diare di Sikka dan
malaria di Labuan Bajo merupakan klasifikasi penyakit yang berbasis lingkungan.
Dalam hubungannya dengan lingkungan sangat dekat dengan prilaku manusia yang
kurang peduli dengan kebersihan, oleh karenanya factor prilaku menjadi penyakit
utama dalam memerangi penyakit yang berbasis lingkungan, dimana prilaku itu
Buang Aiar Besar Sembarangan, tidak Cuci Tangan Pakai Sabun, tidak Mengelola
Air Minum dengan Aman, tidak Mengelola Sampah dengan Aman, dan Membuang air
Limbah Sembarangan.
Merubah prilaku tidak semudah
membalikan telapak tangan. Apalagi berhadapan dengan masyarakat dengan pola
ketergantungan tinggi terhadap subsidi, sehingga bicara membangun mental sama
dengan menabrak bangunan kekuatan yang telah mengkristal dalam diri individu.
Padahal aspek mental dan kegiatan yang berbasis masyarakat sangat penting untuk
didorong agar tumbuh rasa memiliki (sense
of belonging) terhadap diri sendiri dan lingkungannya untuk menikmati hidup
sehat.
Berhadapan dengan fakta dan
realita semacam ini kegiatan STBM tertantang untuk terus berupaya membangun
kesadaran masyarakat, karena ada keyakinan ketika mental atau prilaku baik maka
masyarakatpun akan berbuat baik terhadap dirinya dan lingkungan.
Fakta prilaku tidak menjaga
kebersihan sulit ditutup – tutupi, karena data telah menunjukkan bahwa menurut Riskesdes
th. 2009 “Diare menjadi pembunuh nomor Satu – menyumbang 42% dari penyebab
kematian Bayi usia 0 – 11 bulan”. Studi WHO th. 2007 juga menunjukan intervensi
lingkungan dapat menurunkan penyakit diare sampai 94%, penyediaan air bersih
menurunkan resiko 25%, Buang Air Besar di jamban menurunkan resiko 32%,
pengeolahan air minum rumah tangga menurunkan resiko 39%, dan cuci tangan pakai
sabun di air mengalir menurunkan resiko 45%. Data lain juga dari Susenas Th.
2009, 70% masyarakat menggunakan air tanah yang sebagian besar telah mengandung
E.Coli. (sumber : Lokakarya Strategi
Advokasi dan Public Campaign untuk perubahan prilaku STBM melalui Mass Media di
Ngada, 10 – 12/9/2014).
Perubahan prilaku merupakan
tuntutan mutlak, karena menyangkut diri kita sendiri dan orang lain dalam
menjaga lingkungan untuk tetap bersih, jauh dari siklus penyebaran penyakit
yang mematikan “DIARE”. Dan penyakit
yang berbasis lingkungan lainnya, malaria, ispa, dll.
Melihat data yang ditampilkan,
dengan satu tujuan merubah prilaku masyarakat untuk Hidup Bersih dan Sehat,
kiranya dapat berperan sesuai dengan kapasitas kita masing – masing dalam
memerangi perubahan prilaku agar dapat memutus mata rantai penyakit Diare.
Dengan cara membangun tim STBM tingkat Desa dan di dukung oleh Kebijakan
Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati di Tingkat Kabupaten dan Peraturan Desa (Perdes)
di Tingkat Desa tentang STBM dalam mendorong perubahan prilaku masyarakat. Salam
STBM ria – biarkan STBM terus menjadi isu yang seksi karena menyangkut nyawa!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar